Perlu Transparansi Pembagian Keuntungan Dalam Revisi UU Panas Bumi
Masalah kewenangan pemberian izin dalam revisi RUU Panas Bumi perlu ada suatu kejelasan, walaupun nantinya akan diberikan oleh pusat, bukan lagi diberikan oleh daerah. Pemberian izin bukanlah merupakan isu yang krusial, namun yang paling pokok adalah bagaimana adanya transparansi di dalam pembagian keuntungan antara pusat dan daerah.
“Itu jauh lebih penting di banding dengan siapa yang mengeluarkan izin baik pusat ataupun daerah,” tegas Ketua Tim Kunjungan Kerja Pansus RUU Panas Bumi Satya Widya Yudha (F-PG) kepada wartawan usai pertemuan dengan Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat, baru-baru ini.
Menurut politisi Fraksi Golkar ini, dalam pertemuan tersebut juga dibahas adanya tumpang-tindih pemberian izin usaha pertambangan panas bumi. Pasalnya, izin diberikan sampai dua kali, tapi pada lokasi yang sama.
“Banyak hal yang kita lihat bahwa daerah sangat berharap terhadap hasil revisi UU Panas Bumi ini dapat memberikan kejelasan terhadap tumpang-tindih yang selama ini melibatkan izin dari Kementerian Kehutanan,” ujar Satya.
Dalam pertemuan ini juga disinggung masalah participating interest, apakah dalam bentuk golden share atau masih pengikutsertaan saham aktif.
“Apakah dengan diikutsertakannya pihak Pemda dalam partisipasi sebesar 10% itu efektif atau tidak. Kalau misalkan tidak efektif, tidak menutup kemungkinan kita kurangi BI-nya itu menjadi tinggal 1% atau 2%, yang jelas lebih rendah daripada 10% tetapi dalam bentuk golden share. Jadi tidak perlu mengikutsertakan saham aktif, tetapi mereka sudah langsung mendapatkan hak-haknya sebagaimana pemegang saham,” tambahnya.
Bahasan lain, adalah permintaan dari Pemda tentang adanya sinkronisasi antara UU Panas Bumi dengan UU Kehutanan. Karena apabila UU Kehutanan masih sama, dikhawatirkan implementasi daripada UU Panas Bumi hasil revisi ini menjadi terhambat juga.
“Kita meminta Pemda untuk mengkompilasi semua masukan-masukan yang sangat berharga ini agar nantinya bisa dimasukan secara resmi sebagai Daftar Isian Masalah (DIM) yang akan bisa menjadi bahan masukan untuk revisi UU Panas Bumi ini,” ungkap Satya.
Pada kesempatan yang sama, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemda NTB, Lalu Gita Ariadi berharap RUU Panas Bumi ini nantinya bisa melakukan akselerasi terhadap pemanfaatan berbagai potensi yang selama ini belum optimal di daerah yang beribukota di Mataram ini.(iw)/foto:iwan armanias/parle.